Pemuda jaman sekarang seolah lupa dengan apa yang telah dicapai oleh para pemuda jaman dulu. Kejadian-kejadian penting seakan telah terlupakan dan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya seakan dikubur hidup-hidup.
Entah apa yang salah? Sebenarnya penulis tidak mau menyalahkan siapapun, entah pemerintah, pendidikan atau bahkan pemuda itu sendiri. Akan tetapi memang banyak pesan yang seharusnya tersampaikan kepada pemuda yang digadang-gadang menjadi akar penyokong negeri ini, tapi tak sesuai harapan. Mari kita dalami kembali.
89 tahun telah berlalu. Waktu itu, 28 Oktober 1928, bangsa Indonesia lahir. Mereka lah, para pemuda, yang bekerja keras melahirkan bangsa ini. Dengan kegigihan semangat mereka yang dilandasi oleh impian yang sama, kemerdekaan, mereka rela berkorban untuk kehidupan yang lebih baik, hehidupan tanpa penindasan.
Pemuda yang Bernyawa
Sebagai contoh, Haji Samanhudi, pemuda yang mendirikan Sarekat Dagang Islam pada saat usianya masih 27 tahun, Sutomo yang masih berumur 20 tahun saat mendirikan Budi Utomo, dan Ki Hajar Dewantara yang juga masih berusia 20 tahun saat mendirikan Indische Partij. Pergerakan Nasional juga disokong oleh beberapa tokoh muda yang lain, Agus Salim dan Cokroaminoto yang memimpin Sarekat Islam saat masih berusia 22 tahun, Muhammad Yamin ikut andil dalam perumusan Sumpah Pemuda saat dia masih berusia 22 tahun, Muhammad Hatta masih berusia 21 tahun saat memimpin Perhimpunan Indonesia dan Sang Proklamator, Bung Karno, menjadi tokoh pergerakan nasional di usianya yang baru 22 tahun dan 4 tahun kemudian Beliau menjadi ketua PNI, Partai Nasional Indonesia.
17 tahun setelah Sumpah Pemuda, lagi-lagi semangat juang para pemuda Indonesia tak terbendung. Mereka menginginkan proklamasi kemerdekaan Indonesia diajukan dengan menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok. Apa yang terjadi jika peristiwa ini tak terjadi? Apakah kemerdekaan Indonesia hanya lah sebuah hadiah Jepang kepada kita, bukan karena perjuangan dan tumpah darah para pahlawan?
Tak terpungkiri bahwa para pemuda dulu kaya akan semangat. Mereka sungguh bernyawa. Meskipun mereka memiliki latar belakang dan ideologi yang berbeda, mereka punya 1 tujuan yang sama. Berbagai cara dilakukan meski nyawa menjadi taruhan. Begitu lah mereka, bagaimana dengan kita?
Pemuda yang Hampir Mati
Kini, para pemuda terlihat lesu. Bahkan, banyak dari mereka yang tak tau arah dan tujuan sebagai anak negeri dan penerus bangsa. Jangan kan tujuan, estafet yang seharusnya mereka terima dan lanjutkan pun seolah tak sampai kepada mereka. Masih dalam konteks yang tak jauh berbeda, masih hidup dalam kebhinnekaan, dan masih belum sepenuhnya merdeka. Yang mereka perlukan adalah kreatifitas dalam mengisi masa pasca kemerdekaan, tergantung dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Dulu pun banyak perbedaan dan jangan jadikan perbedaan menjadi latar belakang perpecahan.
Pengetahuan yang tidak cukup menjadi salah satu masalah terbesar. Pemuda yang tak paham sejarah dan masa depan hanya menghabiskan waktunya untuk kesenangan sesaat. Banyak yang begitu egois untuk memenuhi hasratnya tanpa menghiraukan poin-poin penting di sekitarnya. Perubahan nilai juga semakin kentara terlihat. Hal yang dulu tabu menjadi hal yang membanggakan di jaman sekarang. Justru hal yang berbobot dan bernilai positif, kini dijauhi. Perkembangan teknologi informasi bisa jadi salah satu penyebab masalah ini. Tetapi, jangan lah kita selalu menyalahkan hal atau orang lain. Karena informasi juga memberikan banyak peluang, hanya saja banyak yang menutup diri dengan hal negatif dan malas untuk bergelut dengan hal positif.
Faktanya, di balik semakin derasnya arus informasi, banyak juga pemuda yang membuka mata, berinovasi dan berkreasi sehingga meraih berbagai macam prestasi. Benar, sebut saja Joey Alexander yang telah mempunyai album, My Favorite Things, di usianya yang ke 11. Peter Firmansyah yang tetap berjiwa muda dan bersemangat untuk menjadi pesaing Volcom dan Ripcurl dengan produknya Peter Says Denim. Salah satu animator handal, Rini Sugianto yang terlibat dalam produksi film animasi Hobbit 2: The Desolation of Smaug. Aggawira yang sukses meraih penghargaan di bidang kebijakan publik dan politik. Di bidang teknologi kita punya Ricky Elson, ahli teknologi motor penggerak listrik, Prof. Nelson Tansu, seorang pakar teknologi nano, dan Prof. Dr. Eng. Khoirul Anwar, seorang expert teknologi 4G. Belum lagi di bidang olahraga seperti Tantowi Ahmad dan Lilyana Natsir di bulu tangkis dan Irene Kharisma Sukandar yang meraih gelar International Master di bidang olahraga catur.
Nah, kita ada di posisi mana sekarang? Mudah-mudahan masih banyak bernyawa. Jangan lupakan 3 sumpah itu!
Entah apa yang salah? Sebenarnya penulis tidak mau menyalahkan siapapun, entah pemerintah, pendidikan atau bahkan pemuda itu sendiri. Akan tetapi memang banyak pesan yang seharusnya tersampaikan kepada pemuda yang digadang-gadang menjadi akar penyokong negeri ini, tapi tak sesuai harapan. Mari kita dalami kembali.
89 tahun telah berlalu. Waktu itu, 28 Oktober 1928, bangsa Indonesia lahir. Mereka lah, para pemuda, yang bekerja keras melahirkan bangsa ini. Dengan kegigihan semangat mereka yang dilandasi oleh impian yang sama, kemerdekaan, mereka rela berkorban untuk kehidupan yang lebih baik, hehidupan tanpa penindasan.
Pemuda yang Bernyawa
Sebagai contoh, Haji Samanhudi, pemuda yang mendirikan Sarekat Dagang Islam pada saat usianya masih 27 tahun, Sutomo yang masih berumur 20 tahun saat mendirikan Budi Utomo, dan Ki Hajar Dewantara yang juga masih berusia 20 tahun saat mendirikan Indische Partij. Pergerakan Nasional juga disokong oleh beberapa tokoh muda yang lain, Agus Salim dan Cokroaminoto yang memimpin Sarekat Islam saat masih berusia 22 tahun, Muhammad Yamin ikut andil dalam perumusan Sumpah Pemuda saat dia masih berusia 22 tahun, Muhammad Hatta masih berusia 21 tahun saat memimpin Perhimpunan Indonesia dan Sang Proklamator, Bung Karno, menjadi tokoh pergerakan nasional di usianya yang baru 22 tahun dan 4 tahun kemudian Beliau menjadi ketua PNI, Partai Nasional Indonesia.
17 tahun setelah Sumpah Pemuda, lagi-lagi semangat juang para pemuda Indonesia tak terbendung. Mereka menginginkan proklamasi kemerdekaan Indonesia diajukan dengan menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok. Apa yang terjadi jika peristiwa ini tak terjadi? Apakah kemerdekaan Indonesia hanya lah sebuah hadiah Jepang kepada kita, bukan karena perjuangan dan tumpah darah para pahlawan?
Tak terpungkiri bahwa para pemuda dulu kaya akan semangat. Mereka sungguh bernyawa. Meskipun mereka memiliki latar belakang dan ideologi yang berbeda, mereka punya 1 tujuan yang sama. Berbagai cara dilakukan meski nyawa menjadi taruhan. Begitu lah mereka, bagaimana dengan kita?
Pemuda yang Hampir Mati
Kini, para pemuda terlihat lesu. Bahkan, banyak dari mereka yang tak tau arah dan tujuan sebagai anak negeri dan penerus bangsa. Jangan kan tujuan, estafet yang seharusnya mereka terima dan lanjutkan pun seolah tak sampai kepada mereka. Masih dalam konteks yang tak jauh berbeda, masih hidup dalam kebhinnekaan, dan masih belum sepenuhnya merdeka. Yang mereka perlukan adalah kreatifitas dalam mengisi masa pasca kemerdekaan, tergantung dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Dulu pun banyak perbedaan dan jangan jadikan perbedaan menjadi latar belakang perpecahan.
Pengetahuan yang tidak cukup menjadi salah satu masalah terbesar. Pemuda yang tak paham sejarah dan masa depan hanya menghabiskan waktunya untuk kesenangan sesaat. Banyak yang begitu egois untuk memenuhi hasratnya tanpa menghiraukan poin-poin penting di sekitarnya. Perubahan nilai juga semakin kentara terlihat. Hal yang dulu tabu menjadi hal yang membanggakan di jaman sekarang. Justru hal yang berbobot dan bernilai positif, kini dijauhi. Perkembangan teknologi informasi bisa jadi salah satu penyebab masalah ini. Tetapi, jangan lah kita selalu menyalahkan hal atau orang lain. Karena informasi juga memberikan banyak peluang, hanya saja banyak yang menutup diri dengan hal negatif dan malas untuk bergelut dengan hal positif.
Faktanya, di balik semakin derasnya arus informasi, banyak juga pemuda yang membuka mata, berinovasi dan berkreasi sehingga meraih berbagai macam prestasi. Benar, sebut saja Joey Alexander yang telah mempunyai album, My Favorite Things, di usianya yang ke 11. Peter Firmansyah yang tetap berjiwa muda dan bersemangat untuk menjadi pesaing Volcom dan Ripcurl dengan produknya Peter Says Denim. Salah satu animator handal, Rini Sugianto yang terlibat dalam produksi film animasi Hobbit 2: The Desolation of Smaug. Aggawira yang sukses meraih penghargaan di bidang kebijakan publik dan politik. Di bidang teknologi kita punya Ricky Elson, ahli teknologi motor penggerak listrik, Prof. Nelson Tansu, seorang pakar teknologi nano, dan Prof. Dr. Eng. Khoirul Anwar, seorang expert teknologi 4G. Belum lagi di bidang olahraga seperti Tantowi Ahmad dan Lilyana Natsir di bulu tangkis dan Irene Kharisma Sukandar yang meraih gelar International Master di bidang olahraga catur.
Nah, kita ada di posisi mana sekarang? Mudah-mudahan masih banyak bernyawa. Jangan lupakan 3 sumpah itu!